HALTIMTV.COM – Penistaan terhadap Guru Tua, Al-Alim, Almukarram, Alhabib Idrus Bin Salim Aljufri, oleh si Durjana Fleret telah mencapai titik nadir, sebuah batas yang tidak hanya melukai perasaan para murid dan pecinta beliau, tetapi juga mengancam nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh para alim ulama.
Kebiadaban Fleret dalam mencemarkan nama seorang tokoh yang dihormati luas bukan sekadar ekspresi kebencian biasa, melainkan manifestasi dari sebuah kebrutalan yang memiliki akar dalam dua kemungkinan besar.
Pertama, bisa jadi Fleret telah kehilangan akal sehatnya, digerogoti oleh kedengkian dan kebencian mendalam terhadap para habaib.
Sejarah telah berulang kali mencatat bagaimana hati yang dipenuhi rasa iri dan dendam bisa menggerakkan seseorang menuju tindakan-tindakan keji yang bahkan sulit dibayangkan oleh akal sehat.
Kebencian yang tidak terbendung, ketika bercampur dengan ketidaktahuan dan keangkuhan, menjelma menjadi keberanian buta untuk menyerang kehormatan sosok yang tidak bisa disangkal ketinggian ilmunya dan ketulusan perjuangannya.
Namun, ada kemungkinan lain yang lebih berbahaya.
Bisa jadi Fleret bukan sekadar individu yang tersesat dalam kebenciannya, melainkan bagian dari sebuah skenario yang lebih besarโsebuah konspirasi yang disusun oleh kekuatan-kekuatan kelam yang merasa terusik oleh keberadaan para habaib yang kritis dan tak segan mengungkap kebenaran.
Kita tahu, dalam sejarah, banyak upaya sistematis dilakukan untuk menghancurkan simbol-simbol moral dan tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh besar terhadap umat.
Guru Tua, dengan keluasan ilmunya, kelembutan hatinya, dan ketegasan prinsipnya, jelas merupakan salah satu benteng moral yang tidak mudah digoyahkan.
Jika benar ada dalang di balik manuver Fleret, maka ini bukan sekadar persoalan penghinaan pribadi, melainkan bagian dari perang ideologis yang bertujuan meruntuhkan otoritas moral para pewaris ilmu agama.
Guru Tua bukan sekadar seorang ulama.
Beliau adalah cahaya yang menerangi jalan bagi mereka yang haus akan ilmu dan bimbingan spiritual.
Dengan akhlaknya yang luhur, ilmunya yang dalam, serta kedekatannya dengan umat tanpa sekat-sekat primordial, beliau telah menjadi sosok panutan bagi berbagai kalangan, lintas etnis dan strata sosial.
Pengaruhnya tidak hanya terasa di lingkungan terbatas, tetapi menjangkau pelosok negeri, terutama di wilayah timur Indonesia, di mana ketokohan beliau begitu kuat mengakar.
Meskipun di era ini terdapat segelintir habaib muda yang tindak-tanduknya kontroversial, hal itu sama sekali tidak mengurangi pesona dan kharisma Guru Tua di mata para pecintanya.
Justru, bagi mereka yang memahami nilai hakiki dari ilmu dan keteladanan, sosok Guru Tua semakin bercahaya sebagai panutan sejati, tidak terkontaminasi oleh perilaku oknum yang menyimpang dari nilai-nilai yang beliau ajarkan.
Tidak menutup kemungkinan bahwa penghinaan yang dilakukan oleh Fleret memiliki agenda terselubung: menakar sejauh mana pengaruh Guru Tua di hati umat, menguji seberapa luas jangkauan kecintaan para murid dan pecinta beliau.
Dalam sejarah, cara semacam ini kerap digunakan oleh pihak-pihak yang ingin melihat apakah sebuah figur moral masih memiliki daya tahan dan dukungan yang cukup kuat.
Jika reaksi yang muncul lemah, maka serangan berikutnya akan lebih agresif dan sistematis.
Namun, sejarah juga telah membuktikan bahwa penghinaan terhadap tokoh-tokoh besar sering kali berbalik menjadi bumerang bagi para pelakunya.
Sosok yang mereka coba rendahkan justru semakin dikenal dan dihormati, sementara para pencela mereka tenggelam dalam lumpur kehinaan yang mereka ciptakan sendiri.
Jika Fleret mengira bahwa dengan mencoreng nama Guru Tua ia bisa meredupkan cahaya beliau, maka ia jelas tidak memahami bagaimana hati para pecinta kebenaran bekerja.
Suatu keniscayaan, alih-alih berhasil menghancurkan reputasi Guru Tua, apa yang dilakukan Fleret justru akan memperkuat ikatan spiritual antara beliau dan para pecintanya.
Karena semakin seorang tokoh diuji dengan fitnah dan penghinaan, semakin nyata keagungan dan keteguhan warisannya.
Ujian semacam ini hanya akan menegaskan bahwa cahaya Guru Tua tidak bisa dipadamkan oleh fitnah murahan.*****